Eksploitasi dan
Citra Perempuan
di Media Massa
Kebebasan dalam mengaktualisasikan diri
merupakan hak semua orang, sudah menjadi naluri yang fitrah karena manusia
merupakan makhluk yang ingin diakui keberadaannya dan tidak ada strata baik
gender ataupun status sosial dalam hal ini.
Sangat
sulit memang untuk menyatakan perempuan sama dengan laki-laki, baik dengan
mengatas namakan potensi ilmiah maupun potensi lain yang dapat mengidentifikasi
kelebihan dari salah satu keduanya. Adanya perbedaan dari dua jenis manusia itu
harus diakui, suka ataupun tidak. Atas dasar perbedaan itulah, maka lahir
perbedaan dalam tuntutan dan ketetapan hukum, masing-masing disesuaikan dengan
kodrat, jati diri, fungsi serta peranan yang diharapkan darinya baik laki-laki
maupun perempuan dan itu semua demi kemashlahatan bersama.
Keindahan
perempuan, sering kali dijadikan objek yang sangat menguntungkan bagi pelaku
media, dengan mendiskreditkan perempuan untuk mengejar rating tertinggi dan
berlomba-lomba mengejar duniawi yang dibutakan akan azaz kapitalisme. Oleh
karena itu, kekaguman-kekaguman terhadap perempuan, terkadang tanpa disadari
terlihat sangat diskriminatif ketika perempuan hanya dijadikan simbol dalam
seni-seni komersial, yang ditayangkan melalui karya-karya seni kreatif seperti
iklan, sehingga menjadi konsumsi masyarakat dalam berbagai media masa dan
posisi perempuan sangat potensial untuk di eksploitasi. Ya, tidak dipungkiri
memang apabila dilihat dari sisi positifnya, perempuan mampu membantu
meningkatkan nilai perekonomian tapi, hal ini tidaklah sejalan dengan nilai
moral agama yang berlaku.
Perempuan
merasa senang, karena itulah tugas menuntut untuk membuat orang lain senang dan
tanpa sadar kalau perempuan merasa senang bahwa dirinya dieksploitasi.
Ekploitasi ini terjadi bukan hanya atas kerelaan perempuan semata, namun juga
karena kebutuhan kelas sosial itu sendiri dan apa yang menyebabkan gambaran
perempuan dalam media masih cenderung sebagai objek ? Hal itu terjadi karena
yang mendominasi media: pemilik, penulis, reporter, editor dan sebagainya itu
masih didominasi oleh laki-laki. Sepanjang ini masih terjadi perempuan tidak
bisa melakukan banyak hal atau menuntut beragam kehendak sekitar perubahan
citra mereka di media massa.
Inilah
citra perempuan yang berhasil dibentuk dalam media massa:
- Citra
Pigura : perempuan sebagai sosok yang sempurna dengan bentuk
tubuh
yang ideal
- Citra
Pilar : perempuan sebagai penyangga keutuhan dan penata rumah
tangga
- Citra Peraduan: perempuan sebagai objek seksual
- Citra Pinggan
: perempuan sebagai sosok
yang identik dengan dunia dapur.
- Citra
pergaulan: perempuan sebagai sosok
yang kurang pede dalam bergaul.
( Tomogola, 1998; 8)
Itulah sekelumit fakta yang disampaikan media. Karena itu, gambaran
perempuan dalam media massa merupakan cermin realitas yang ada dalam
masyarakatnya. Kata orang, mengharapkan setara dalam segala sesuatu adalah
sebuah ilusi. Meskipun, kaum perempuan bisa saja berdalih itu adalah cita-cita
dan perjuangan. Ketimbang mempersoalkan terus-menerus mengenai kesetaraan gender,
feminisme – maskulin dsb, alangkah lebih baik jika belajar untuk menghargai
diri sendiri, mengoptimalkan potensi dan senantiasa bersyukur pada-Nya. Perempuan
harus lebih menunjukkan eksistensinya melalui prestasi, karya, kecakapan dan
peran dalam masyarakat yang tidak kalah dengan kaum laki-laki.. Sehingga,
gambaran ideal tentang perempuan pun akan tampil dalam media massa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar