BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cemerlangnya
peradaban Islam, berjaya pada masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyah. Sekian abad
kejayaan Islam, berakhir setelah serangan Mongol terhadap seljuk pada tahun
1300 M, kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara
drastis. Wilayah kekuasaannya tecabik-cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang
satu sama lain bahkan saling memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan
peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol itu. Namun,
kamalangan tidak berhenti sampai di situ. Timur Lenk, pemimpin bangsa mongol
saat itu, juga menghancurkan pusat-pusat kekuasaan Islam yang lain.
Setelah
Dinasti Abbasiyah mengalami kehancuran, kondisi politik umat Islam secara
keseluruhan mengalami kemajuan, umat Islam bangkit kembali setelah terbentuknya
tiga kerajaan besar yaitu : Kerajaan Turki Usmani, Kerajaan Safawi di Persia
dan Kerajaan Mughal di India.
Kerajaan
Usmani di samping yang pertama berdiri, juga yang terbesar dan paling lama
bertahan dibanding kedua kerajaan lainnya. Turki Usmani dianggap sebagai
dinasti yang mampu menghimpun kembali umat Islam setelah beberapa lama
mengalami kemunduran politik.
Pada waktu kerajaan Turki Usmani
sudah mencapai puncak kejayaan, kerajaan Safawi di Persia masih baru berdiri. Gerakan
Safawiyah memprakarsai penaklukan Iran dan mendirikan sebuah baru yang berkuasa
dari 1501 sampai 1722. Sang pendiri mengawali gerakannya dengan seruan untuk
memburnikan dan memulihkan kembali ajaran Islam.
Namun pada kenyataannya, kerajaan ini
dapat berkembang dengan cepat. Nama safawi ini terus dipertahankan sampai
tarekat Safawiyah menjadi gerakan politik dan menjadi sebuah kerajaan yang
disebut kerajaan Safawi. Kerajaan ini mampu mempersatukan seluruh
daerah Persia sebagai satu negara yang besar dan independen.
Kerajaan
Mughal berdiri, setelah seperempat abad berdirinya kerajaan Safawi, kerajaan
Mughal di India dengan Delhi sebagai ibu kotanya. kerajaan Mughal bukanlah
kerajan Islam pertama di anak Benua India. Awal kekuasaan Islam di wilayah
India terjadi pada masa khalifah al-Walid dari Dinasti Bani Umayyah. Akan
tetapi Kerajaan Mughal termasuk salah satu kerajaan yang sangat berperan
penting dalam membangun peradaban Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Kerajaan Safawi
2.2. Perkembangan Kerajaan Safawi
Pada waktu kerajaan Turki Usmani
sudah mencapai puncak kejayaannya, kerajaan Safawi di Persia masih baru
berdiri. Namun pada kenyataannya, kerajaan ini berkembang dengan cepat. Nama
Safawi ini terus di pertahankan sampai tarekat Safawiyah menjadi suatu gerakan
politik dan menjadi sebuah kerajaan yang disebut kerajaan Safawi. Dalam
perkembangannya, kerajaan Safawi sering berselisih dengan kerajaan Turki Usmani
(Yatim, 1998:138).
Kerajaan Safawi mempunyai perbedaan
dari dua kerajaan besar Islam lainnya seperti kerajaan Turki Usmani dan Mughal.
Kerajaan ini menyatakan sebagai penganut Syi'ah dan dijadikan sebagai madzhab
negara. Oleh karena itu, kerajaan Safawi dianggap sebagai peletak dasar pertama
terbentuknya negara Iran dewasa ini .
Peta Dinasti Safawi di Persia
Kerajaan Safawi berasal dari sebuah
gerakan tarekat yang berdiri di daerah Ardabil kota Azerbaijan (Holt dkk,
1970:394). Tarekat ini bernama Safawiyah sesuai dengan nama pendirinya Safi
Al-Din, salah satu keturunan Imam Syi'ah yang keenam “Musa al-Kazim”. Pada
awalnya tarekat ini bertujuan memerangi orang-orang yang ingkar dan pada
akhirnya memerangi orang-orang ahli bid'ah (Hamka, 1981:79). Tarekat ini
menjadi semakin penting setelah ia mengubah bentuk tarekat itu dari pengajian
tasawuf murni yang bersifat local menjadi gerakan keagamaan yang besar
pengaruhnya di Persia, Syiria dan Anatolia.Dalam perkembangannya Bangsa Safawi
(tarekat Safawiyah) sangat fanatik terhadap ajaran-ajarannya. Hal ini ditandai
dengan kuatnya keinginan mereka untuk berkuasa karena dengan berkuasa mereka
dapat menjalankan ajaran agama yang telah mereka yakini (ajaran Syi'ah). Karena
itu, lama kelamaan murid-murid tarekat Safawiyah menjadi tentara yang teratur,
fanatik dalam kepercayaan dan menentang setiap orang yang bermazhab selain
Syiah.
Bermula dari prajurit akhirnya
mereka memasuki Dunia perpolitikan pada masa kepemimpinan Juneid (1447-1460 M).
Dinasti Safawi memperluas geraknya dengan menumbuhkan kegiatan politik di dalam
kegiatan-kegiatan keagamaan. Perluasan kegiatan ini menimbulkan konflik dengan
penguasa Kara Koyunlu (domba hitam), salah satu suku bangsa Turki, yang
akhirnya menyebabkan kelompok Juneid kalah dan diasingkan kesuatu tempat. Di
tempat baru ini ia mendapat perlindungan dari penguasa Diyar Bakr, AKKoyunlu,
juga suku bangsa Turki. Ia tinggal di istana Uzun Hasan, yang ketika itu
menguasai sebagian besar Persia (Holt, 1970:396).
Tahun 1459 M, Juneid mencoba merebut
Ardabil tapi gagal. Pada tahun 1460 M, ia mencoba merebut Sircassia tetapi
pasukan yang dipimpinnya dihadang oleh tentara Sirwan dan ia terbunuh dalam
pertempuran tersebut (Brockelman, 1974:494). Penggantinya diserahkan kepada
anaknya Haidar secara resmi pada tahun 1470 M, lalu Haidar kawin dengan seorang
cucu Uzun Hasan dan lahirlah Isma'il yang kemudian hari menjadi pendiri
kerajaan Safawi di Persia dan mengatakan bahwa Syi'ahlah yang resmi dijadikan
mazdhab kerajaan ini. Kerajaan inilah yang dianggap sebagai peletak batu
pertama negara Iran (Yatim, 2003:139-140).
Gerakan Militer Safawi yang dipimpin
oleh Haidar di pandang sebagai rival politik oleh AK Koyunlu setelah ia menang
dari Kara Koyunlu (1476 M). Karena itu, ketika Safawi menyerang wilayah
Sircassia dan pasukan Sirwan, AK Koyunlu mengirimkan bantuan militer kepada
Sirwan, sehingga pasukan Haidar kalah dan ia terbunuh (Holt, 1970:396). Ali,
putera dan pengganti Haidar, didesak bala tentaranya untuk menuntut balas atas
kematian ayahnya, terutama terhadap AK Koyunlu. Akan tetapi Ya'kub pemimpin AK
Koyunlu menangkap dan memenjarakan Ali bersama saudaranya, Ibrahim, Ismail dan
ibunya di Fars (1489-493 M). Mereka dibebaskan oleh Rustam, putera mahkota AK
Koyunlu dengan syarat mau membantunya memerangi saudara sepupunya. Setelah
dapat dikalahkan, Ali bersaudara kembali ke Ardabil. Namun, tidak lama kemudian
Rustam berbalik memusuhi dan menyerang Ali bersaudara dan Ali terbunuh (1494 M)
(Holt, 1970:397).
Periode selanjutnya, kepemimpinan
gerakan Safawi di serahkan pada Ismail. Selama 5 tahun, Ismail beserta
pasukannya bermarkas di Gilan untuk menyiapkan pasukan dan kekuatan. Pasukan
yang di persiapkan itu diberi nama Qizilbash (baret merah). Pada tahun 1501 M,
pasukan Qizilbash dibawah pimpinan Ismail menyerang dan mengalahkan AK
Koyunlu (domba putih) di sharur dekat Nakh Chivan. Qizilbash terus
berusaha memasuki dan menaklukkan Tabriz, yakni ibu kota AK Koyunlu dan
akhirnya berhasil dan mendudukinya. Di kota Tabriz Ismail memproklamasikan
dirinya sebagai raja pertama Dinasti Safawi. Ia disebut juga Ismail I
(Brockelmann, 1974:398). Ismail I berkuasa kurang lebih 23 tahun antara
1501-1524 M. Pada sepuluh tahun pertama ia berhasil memperluas wilayah
kekuasaannya, Buktinya ia dapat menghancurkan sisa-sisa kekuatan AK Koyunlu di
Hamadan (1503 M), menguasai propinsi Kaspia di Nazandaran, Gurgan dan Yazd
(1504 M), Diyar Bakr (1505-1507 M) Baghdad dan daerah Barat daya Persia (1508
M), Sirwan (1509 M) dan Khurasan. Hanya dalam waktu sepuluh tahun itu wilayah
kekuasaannya sudah meliputi seluruh Persia dan bagian timur Bulan Sabit Subur (Fertile
Crescent) .
Bahkan tidak sampai di situ saja,
ambisi politik mendorongnya untuk terus mengembangkan wilayah kekuasaan ke
daerah-daerah lainnya seperti Turki Usmani. Ismail berusaha merebut dan
mengadakan ekspansi ke wilayah kerajaan Usmani (1514 M), tetapi dalam peperangan
ini Ismail I mengalami kekalahan malah Turki Usmani yang di pimpin oleh sultan
Salim dapat menduduki Tabriz. Kerajaan Safawi terselamatkan dengan pulangnya
Sultan Usmani ke Turki karena terjadi perpecahan di kalangan militer Turki di
negerinya (Hassan, 1989:337).
Kekalahan tersebut meruntuhkan kebanggaan dan kepercayaan diri Ismail. Akibatnya dia berubah, dia lebih senang menyendiri, menempuh kehidupan hura-hura dan berburu. Keadaan itu berdampak negatif bagi kerajaan Safawi dan pada akhirnya terjadi persaingan dalam merebut pengaruh untuk dapat memimpin kerajaan Safawi antara pimpinan sukusuku Turki, pejabat keturunan Persia dan Qizibash (Yatim, 2003:142).
Kekalahan tersebut meruntuhkan kebanggaan dan kepercayaan diri Ismail. Akibatnya dia berubah, dia lebih senang menyendiri, menempuh kehidupan hura-hura dan berburu. Keadaan itu berdampak negatif bagi kerajaan Safawi dan pada akhirnya terjadi persaingan dalam merebut pengaruh untuk dapat memimpin kerajaan Safawi antara pimpinan sukusuku Turki, pejabat keturunan Persia dan Qizibash (Yatim, 2003:142).
Rasa pemusuhan dengan Kerajaan
Usmani terus berlangsung sepeninggal Ismail I, peperangan antara dua kerajaan
besar Islam ini terjadi beberapa kali pada masa pemerintahan Tahmasp I
(1524-1576 M), Ismail II (1576-1577 M) dan Muhammad Khudabanda (1577-1567M).
Pada masa tiga raja tersebut kerajaan Safawi mengalami kelemahan. Hal ini di
karenakan sering terjadinya peperangan melawan kerajaan Usmani yang lebih kuat,
juga sering terjadi pertentangan antara kelompok dari dalam kerajaan Safawi
sendiri.
Berikut urutan penguasa kerajaan
Safawi :
1. Isma'il I (1501-1524 M)
2. Tahmasp I (1524-1576 M)
3. Isma'il II (1576-1577 M)
4. Muhammad Khudabanda (1577-1587 M)
5. Abbas I (1587-1628 M)
6. Safi Mirza (1628-1642 M)
7. Abbas II (1642-1667 M)
8. Sulaiman (1667-1694 M)
9. Husein I (1694-1722 M)
10. Tahmasp II (1722-1732 M)
11. Abbas III (1732-1736 M)
2.3. Masa Kejayaan Kerajaan Safawi
Kondisi kerajaan Safawi yang
memprihatinkan itu baru bisa diatasi setelah raja Safawi kelima, Abbas I naik
tahta (1588-1628 M). Langkah-langkah yang ditempuh oleh Abbas I dalam rangka
memulihkan kerajaan Safawi adalah:
1.
Berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qizilbash dengan
cara membentuk pasukan baru yang berasal dari budak-budak dan tawanan perang
bangsa Georgia, Armenia dan Sircassia.
2.
Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Usmani dengan jalan
menyerahkan wilayah Azerbaijan, Georgia, dan disamping itu Abbas berjanji tidak
akan menghina tiga Khalifah pertama dalam Islam (Abu Bakar, Umar dan Usman)
dalam khutbahkhutbah Jum'at. Sebagai jaminan atas syarat itu, Abbas menyerahkan
saudara sepupunya Haidar Mirza sebagai sandera di Istambul (Borckelmann, 1974:503).
Masa
kekuasaan Abbas I merupakan puncak kejayaan kerajaan Safawi. Ia berhasil
mengatasi gejolak politik dalam negeri yang mengganggu stabilitas negara dan
sekaligus berhasil merebut kembali beberapa wilayah kekuasaan yang pernah
direbut oleh kerajaan lain seperti Tabriz, Sirwan dan sebagainya yang
sebelumnya lepas direbut oleh kerajaan usmani.
Kemajuan
yang di capai kerajaan Safawi tidak hanya terbatas di bidang politik, melainkan
bidang lainnya juga mangalami kemajuan. Kemajuan-kemajaun itu antara lain :
1. Bidang Ekonomi
Kemajuan
ekonomi pada masa itu bermula dengan penguasaan atas kepulauan Hurmuz dan
pelabuhan Gumrun yang diubah menjadi Bandar Abbas. Dengan demikian Safawiyah
menguasai jalur perdagangan antara Barat dan Timur. Di samping sector
perdagangan, Safawiyah juga mengalami kemajuan dalam bidang pertanian, terutama
hasil pertanian dari daerah Bulan Sabit yang sangat subur (Fertille
Crescent).
2. Bidang Ilmu Pengatahuan
Sepanjang
sejarah Islam Persia di kenal sebagai bangsa yang telah berperadaban tinggi dan
berjasa mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, sejumlah ilmuan yang
selalu hadir di majlis istana yaitu Baha al-Dina al-Syaerazi, generalis ilmu
pengetahuan, Sadar al-Din al-Syaerazi, filosof, dan Muhammad al-Baqir Ibn
Muhammad Damad, filosof, ahli sejarah, teolog dan seorang yang pernah pernah
mengadakan observasi tentang kehidupan lebah (Brockelmann, 1974:503-504).
3. Bidang Pembangunan Fisik dan Seni
Kemajuan
bidang seni arsitektur ditandai dengan berdirinya sejumlah bangunan megah yang
memperindah Isfahan sebagai ibu kota kerajaan ini. Sejumlah masjid, sekolah,
rumah sakit, jembatan yang memanjang diatas Zende Rud dan Istana Chihil Sutun.
Kota Isfahan juga diperindah dengan kebun wisata yang tertata apik. Ketika
Abbas I wafat, di Isfahan terdapat sejumlah 162 masjid, 48 akademi, 1802
penginapan dan 273 pemandian umum. Unsur lainnya terlihat dalam bentuk
kerajinan tangan, keramik, permadani dan benda seni lainnya.
2.4. Kemunduran Kerajaan Safawi
Sepeninggal
Abbas I, Kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh enam raja, yaitu Safi
Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M), Sulaiman (1667-1694 M), Husein
(1694- 1722 M), Tahmasp II (1722-1732 M) dan Abbas III (1733-1736 M). Pada masa
raja-raja tersebut kondisi kerajaan Safawi tidak menunjukkan grafik naik dan
berkembang, tetapi justru memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa
kepada kehancuran. Raja Safi Mirza (cucu Abbas I) juga menjadi penyebab
kemunduran Safawi karena dia seorang raja yang lemah dan sangat kejam terhadap
pembesar-pembesar kerajaan. Di lain sisi dia juga seorang pencemburu yang
akhirnya mengakibatkan mundurnya kemajuan-kemajuan yang telah diperoleh dalam
pemerintahan sebelumnya (Abbas I).
Kota
Qandahar lepas dari kekuasaan kerajaan Safawi, diduduki oleh kerajaan Mughal
yang ketika itu diperintah oleh Sultan Syah Jehan, sementara Baghdad direbut
oleh kerajaan Usmani. Abbas II adalah raja yang suka minum-minuman keras
sehingga ia jatuh sakit dan meninggal. Sebagaimana Abbas II, Sulaiman juga
seorang pemabuk. Ia bertindak kejam terhadap para pembesar yang dicurigainya.
Akibatnya rakyat bersikap masa bodoh terhadap pemerintah. Ia diganti oleh Shah
Husein yang alim. Ia memberi kekuasaan yang besar kepada para ulama Syi'ah yang
sering memaksakan pendapatnya terhadap penganut aliran Sunni. Sikap ini
membangkitkan kemarahan golongan Sunni Afghanistan, sehinggamereka berontak dan
berhasil mengakhiri kekuasaan Dinasti Safawi (Hamka, 1981:71). Pemberontakan
bangsa Afghan tersebut terjadi pertama kali tahun 1709 M di bawah pimpinan Mir
Vays yang berhasil merebut wilayah Qandahar. Pemberontakan lainnya terjadi di
Heart, suku Ardabil Afghanistan berhasil menduduki Mashad. Mir Vays diganti oleh
Mir Mahmud dan ia dapat mempersatukan pasukannya dengan pasukan Ardabil,
sehingga ia mampu merebut negeri-negeri Afghan dari kekuasaan Safawi. Karena
desakan dan ancaman Mir Mahmud, Shah Husein akhirnya mengakui kekuasaan Mir
Mahmud dan mengangkatnya menjadi gebernur di Qandahar dengan gelar Husei Quli
Khan (budak Husein). Dengan pengakuai ini, Mir Mahmud makin leluasa bergerak
sehingga tahun 1721 M, ia merebut Kirman dan tak lama kemudian ia menyerang
Isfahan dan memaksa Shah Husein menyerah tanpa syarat. Pada tanggal 12 Oktober
1722 M Shah Husein menyerah dan 25 Oktober Mir Mahmud memasuki kota Isfahan
dengan penuh kemenangan (Holt, 1970:426).
Salah
seorang putera Husein, bernama Tahmasp II, mendapat dukungan penuh dari suku
Qazar dari Rusia, memproklamasikan dirinya sebagai raja yang sah dan berkuasa
atas Persia dengan pusat kekuasaannya di kota Astarabad. Tahun 1726 M, Tahmasp
II bekerjasama dengan Nadir Khan dari suku Afshar untuk memerangi dan mengusir
bangsa Afghan yang menduduki Isfahan. Asyraf, pengganti Mir Mahmud, yang
berkuasa di Isfahan digempur dan dikalahkan oleh pasukan Nadir Khan tahun 1729
M. Asyraf sendiri terbunuh dalam peperangan itu. Dengan demikian Dinasti Safawi
kembali berkuasa. Namun, pada bulan Agustus 1732 M, Tahmasp II di pecat oleh
Nadir Khan dan di gantikan oleh Abbas III (anak Tahmasp II) yang ketika itu
masih sangat kecil. Empat tahun setelah itu, tepatnya tanggal 8 Maret 1736,
Nadir Khan mengangkat dirinya sebagai raja menggantikan Abbas III. Dengan
demikian berakhirlah kekuasaan Dinasti Safawi di Persia (Holt, 1970:428-429).
Adapun sebab-sebab kemunduran dan
kehancuran kerajaan Safawi adalah:
1.
Adanya konflik yang berkepanjangan dengan kerajaan Usmani.
Berdirinya kerajaan Safawi yang
bermadzhab Syi'ah merupakan ancaman bagi kerajaan Usmani, sehingga tidak pernah
ada perdamaian antara dua kerajaan besar ini.
2. Terjadinya dekandensi moral yang melanda sebagian
pemimpin kerajaaan Safawi, yang juga
ikut mempercepat proses kehancuran kerajaan ini. Raja Sulaiman yang pecandu
narkotik dan menyenangi kehidupan malam selama tujuh tahun tidak pernah
sekalipun ssmenyempatkan diri menangani pemerintahan, begitu pula dengan sultan
Husein.
3. Pasukan ghulam (budak-budak) yang dibentuk Abbas I
ternyata tidak memiliki semangat perjuangan yang tinggi seperti semangat Qizilbash
. Hal ini dikarenakan mereka tidak memiliki ketahanan mental karena tidak
dipersiapkan secara terlatih dan tidak memiliki bekal rohani. Kemerosotan aspek
kemiliteran ini sangat besar pengaruhnya terhadap lenyapnya ketahanan dan
pertahanan kerajaan Safawi.
4. Seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan
kekuasaan dikalangan keluarga istana.
2.5. Dinasti Mughal (1526–1707)
2.6. Perkembangan Kerajaan
Mughal
Sekilas Wajah
Peradaban Islam di India Kemunduran kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad, tidak
memungkinkan Islam menaklukkan seluruh daratan Asia, khususnya China dan
Mongolia. Sebaliknya, dengan kegagahan yang mengalir dalam darah Mongol mampu
meluluh lantakkan Baghdad. Ternyata, dengan penyerangan inilah, Islam masuk ke
jiwa-jiwa pemberani tersebut. Banyak pembesar kerajaan Mongol yang memeluk
agama Islam. Dinasti Changtai (1227-1369 M) yang didirikan oleh putra Jengis
Khan, Changtai, merupakan cikal bakal Kerajaan Mughal di India. Karena Babur
adalah keturunan Raja Changtai. Dinasti Ilkhan (1256-1335 M) yang didirikan
oleh cucu Jengis Khan, Raja ke-7, Ghazan, juga seorang Muslim dan pada masanya,
Ilkhan mencapai kejayaan.
Kemaharajaan
Mughal, (Mughal Baadshah atau sebutan lainnya Mogul ) adalah sebuah
kerajaan yang pada masa jayanya memerintah Afghanistan, Balochistan, dan
kebanyakan anak benua India antara 1526 dan 1858 M. Kerajaan ini didirikan oleh
keturunan Mongol, Babur, pada 1526 .
Kata mughal
adalah versi Indo-Aryan dari Mongol . Dinasti Mughal berdiri tegak selama
kurang lebih tiga abad (1526–1858 M) di India. Dalam kurun waktu tersebut,
Islam telah memberi warna tersendiri di tengah-tengah masyarakat yang mayoritas
memeluk agama Hindu. Hingga kini, gaung kebesaran Islam warisan Dinasti Mughal
memang sudah tidak terdengar lagi. Tetapi, lahirnya Negara Islam Pakistan tidak
terlepas dari perkembangan Islam pada masa dinasti tersebut.
Pemerintahan
Kemaharajaan Mughal didirikan oleh Zahirudin Babur pada 1526 M. Babur merupakan
cucu Timur Lenk dari pihak ayah dan cucu Jenghiz Khan dari pihak ibu. Kerajaan
ini dimulai ketika dia mengalahkan Ibrahim Lodi, Sultan Delhi terakhir pada
pertempuran pertama Panipat dengan bantuan Gubernur Lahore. Ia menguasai Punjab
dan meneruskan ke Delhi yang dijadikan ibukota kerajaan. Penguasa setelah Babur
adalah putranya sendiri, Nashirudin Humayun (1530-1556 M) di masa ini kondisi
kerajaan tidak stabil, karna banyak perlawanan dari musuh-musuhnya.
Sultan yang
memerintah kerajaan Mughal
1. 1526–1530
|
|
2.1530–1539, 1555–1556
|
|
3. 1556–1605
|
|
4. 1605–1627
|
|
5. 1628–1658
|
|
6. 1658–1707
|
|
7. 1707–1857
|
Kaisar terakhir
|
Pada 1540
terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Sher Khan dari Qanauj mengakibatkan
Humayun melarikan diri ke Persia. Atas bantuan Raja Persia (Safawiyah), Humayun
kembali merebut Delhi tahun 1555 M.
2.7. Masa
Kejayaan Kerajaan Mughal
Puncak kejayaan
kerajaan Mughal terjadi pada masa pemerintahan Putra Humayun, Akbar Khan
(1556-1605 M). Sistem Pemerintahan Akbar adalah militeristik. Akbar berhasil
memperluas wilayah sampai Kashmir dan Gujarat. Pejabatnya diwajibkan mengikuti
latihan militer. Politik Akbar yang sangat terkenal dan berhasil menyatukan
rakyatnya adalah Sulhul Kull atau toleransi universal, yang memandang sama
semua derajat. Akbar menciptakan Din Ilahi, yang menjadikan semua agama menjadi
satu demi stabilitas antara Hindu dan Islam. Akbar mengawini putri pemuka Hindu
dan melarang memakan daging sapi. Penguasa keempat adalah Jahangir (1605-1628
M), putra Akbar. Jahangir adalah penganut Ahlusunah wal jamaah, sehingga apa
yang ayahnya ciptakan menjadi hilang pengaruhnya. Dari itu muncul berbagai
pemberontakan, terutama oleh putranya sendiri, Kurram. Kurram berhasil
menangkap ayahnya, tapi berkat permaisuri kerajaan, permusuhan antara ayah dan
anak ini bisa dipadamkan.
Setelah
Jahangir meninggal, Kurram naik tahta setelah mengalahkan saudaranya, Asaf
Khan. Kurram bergelar Shah Jahan (1627-1658 M) . Masa ini banyak terjadi
pemberontakan, terutama dari kalangan keluarga kerajaan. Aurangzeb, panglima
dan juga putra ketiga Shah Jahan berhasil memadamkan pemberontakan dari
keturunan Lodi. Keberhasilan Aurangzeb membuat saudara tertuanya, Dara, merasa
iri dan menuduh ingin merebut tahta kerajaan. Namun ketangguhan Aurangzeb
berhasil mengalahkan saudaranya sekaligus menangkap ayahnya, Shah Jahan. Hal
ini pernah dilakukan sendiri oleh Shah Jahan terhadap kakek Aurangzeb,
Jahangir. Aurangzeb, (1658-1707 M) menggantikan ayahnya, Shah Jahan. Kebijakan
Aurangzeb sangat berbeda dengan yang dilakukan oleh para pendahulunya terutama
buyutnya, Akbar Khan. Ia melarang berjudi, minuman keras, upacara sati, serta
membolehkan pengrusakan kuil-kuil Hindu. Kebijakan ini menimbulkan banyak
pemberontakan terutama dari kalangan Hindu. Namun karena kekuatan pasukan
Aurangzeb, semua pemberontakan dapat dipadamkan.
Kebesaran
namanya sejajar dengan kebesaran nama buyutnya, Akbar Khan. Meski pemberontakan
bisa dipadamkan oleh Aurangzeb, namun setelah kematian Aurangzeb, banyak
propinsi yang memisahkan diri.
2.8. Kemunduran
Kerajaan Mughal
Kerajaan ini
mulai mengalami kemunduran, meskipun tetap berkuasa selama 150 tahun
berikutnya. Penguasa setelahnya antara lain:
1. Bahadur Syah
(1707-1712 M),
2. Jhandar Syah
(1713),
3. Azim Syah (
1713),
4. Faruk Syiyar
(1719),
5. Muhammad
Syah ( 1749),
6. Ahmad Syah (1754),
7. Alamgir (
1759),
8. Syah Alam (
1806),
9. Akbar II dan
10. raja terakhir Bahadur Syah II (1858).
Peradaban
Kemaharajaan Mughal Di bidang politik, Sulhul Kull berhasil menyatukan rakyat
Islam, Hindu, dan penganut lainnya.
1. Di bidang militer
Pasukan Mughal dikenal dengan pasukan yang
kuat. Terdiri dari pasukan gajah, berkuda, dan meriam. Wilayahnya dibagi
menjadi distrik-distrik yang dikepalai oleh Sipah Salar.
2. Di bidang ekonomi
Memajukan pertanian. Terdiri dari padi,
kacang, tebu, kapas, tembakau, dan rempah-rempah. Pemerintah membentuk sebuah
lembaga yang mengurusi hasil pertanian serta hubungan dengan para petani.
Industri tenun juga banyak diekspor ke Eropa, Asia Tenggara dll. Masa Jahangir,
investor diizinkan menanamkan investasinya, seperti mendirikan pabrik.
3. Di bidang seni
Jahangir
merupakan salah satu pelukis terhebat. Kemaharajaan Mughal juga terkenal dengan
ukiran dan marmer yang timbul dengan kombinasi warna-warni.
Sisa-sisa
kejayaan Dinasti Mughal dapat dilihat dari bangunan-bangunan bersejarah yang
masih bertahan hingga sekarang.
Taj Mahal - salah satu peninggalan Dinasti
Mughal di India
Misalnya Taj
Mahal di Agra, makam megah yang dibangun pada masa Syah Jahan untuk mengenang
permaisurinya, Mumtaz Mahal, adalah saksi bisu kemajuan arsitektur Islam pada
masa dinasti ini. Bangunan indah yang termasuk “tujuh keajaiban dunia” ini
memang sudah usang, lusuh, dan tidak terawat. Namun, kemegahan dan keindahannya
menjadi bukti sejarah akan kokohnya peradaban Islam di India pada waktu itu.
Kehidupan seperti roda berputar. Kadang di atas, kadang di bawah. Demikian
halnya Dinasti Islam Mughal di India. Sebagaimana dinasti-dinasti Islam
lainnya, dinasti ini pun mengalami siklus: berdiri, berkembang, mencapai
puncak, mengalami kemunduran, lalu hancur. Itulah siklus peradaban seperti yang
dikemukakan Ibnu Khaldun, sejarawan Muslim terkemuka melalui teori Ashabiyah-nya.
Diantara
bangunan yang terkenal:
Benteng merah- salah satu peninggalan Dinasti
Mughal di India
benteng merah,
makam kerajaan, masjid Delhi, dan yang paling popular adalah Taj Mahal di
Aghra. Istana ini merupakan salah satu keajaiban dunia yang dibangun oleh Syah
Jahan untuk mengenang permaisurinya, Noor Mumtaz Mahal yang cantik jelita.
4. Di bidang sastra
Banyak sastra
dari bahasa Persia diubah ke bahasa India. Bahasa Urdu yang berkembang di masa
Akbar, menjadi bahasa yang banyak dipakai oleh rakyat India dan Pakistan sampai
sekarang.
5. Di bidang ilmu pengetahuan
Syah Jahan
mendirikan perguruan tinggi di Delhi. Aurangzeb mendirikan pusat pendidikan di
Lucknow. Tiap masjid mempunyai lembaga tingkat dasar yang dipimpin oleh seorang
guru. Sejak berdiri banyak ilmuan yang belajar di India. Pelajaran dari
Kemaharajaan Mughal Salah satu Ketidakharmonisan hubungan kekeluargaan, antara
ayah dan anak, adik dan kakak menjadi salah satu faktor lemahnya kemaharajaan
Mughal dari dalam, hal ini telah terjadi pada beberapa Dinasti Islam
sebelumnya. Dalam penggalan sejarah Dinasti Mughal, tampil dua penguasa paling
berpengaruh: Akbar Khan dan Aurangzeb. Meskipun keduanya memerintah dalam
dekade yang berbeda, tetapi kebijakan Akbar Khan dan Aurangzeb, khususnya
berkaitan dengan pengembangan Islam di India, memiliki hubungan yang tidak
dapat dipisahkan. Akbar mengembangkan pola Islam sinkretis. Sebaliknya,
Aurangzeb mengembangkan pola Islam puritan.
Dalam
perspektif politik, langkah Akbar ini dianggap sah, bahkan cerdas. Sebab,
substansi politik adalah tercapainya tujuan, meskipun pada saat bersamaan
terdapat aspek-aspek tertentu yang terabaikan. Orang boleh melakukan apa saja
dalam konteks politik. Akbar telah memposisikan Islam tidak lebih dari sekedar
simbol formal tanpa makna. Karena itu, dia dengan mudah meleburkan dan
mencampuradukkan Islam dengan berbagai kepercayaan lain. Dalam situasi ini,
Islam kehilangan identitasnya. Ketinggian dan keluhuran ajaran Islam juga
tereduksi sedemikian rupa. Hal ini menyebabkan ketegangan dengan para penganut
Ahlusunah wal jamaah.
Lain dengan
Akbar Khan, lain pula dengan Aurangzeb. Wajah Islam di India pada masa
Aurangzeb tampak lebih dominan. Dia berusaha mengangkat kembali citra Islam
yang tampak “redup” beberapa dasawarsa sebelumnya. Ia giat mengembalikan
kemurnian Islam. Usaha ini patut dihargai. Sebab, dari sini terlihat kecintaan
seorang Aurangzeb terhadap Islam. Namun, perlu diingat, Islam adalah agama yang
mensponsori perdamaian, tanpa paksaan, dan tidak mentolelir berbagai tindak
kekerasan terhadap pemeluk agama lain. Memurnikan ajaran Islam dengan merusak
tempat ibadah agama lain, bukanlah pesan Islam.
Menurut
Badri Yatim, faktor-faktor yang menyebabkan kekuasaan dinasti Mughal itu mundur
dan membawa kehancurannya tahun 1858 M yaitu:
1. Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan
militer sehingga operasi militer Inggris di wilayah-wilayah pantai tidak dapat
segera dipantau oleh kekuatan maritim Mughal. Begitu juga kekuatan pasukan
darat. Bahkan, mereka kurang terampil dalam mengoperasikan persenjataan buatan
Mughal sendiri.
2. Kemorosotan moral dan hidup mewah dikalangan
elit politik, yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaann uang negara. Pada
1756 M.
3. Pendekatan Aurangzeb yang terlampau “kasa”
dalam melaksanakan ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya, sehingga
konflik antar agama sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya.
4. Semua pewaris tahta kerajaan pada paruh
terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan tentang asal-usul, perkembangan dan
kemunduran kerajaan Safawi dan Mughal di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa,
kedua kerajaan tersebut merupakan kerajaan Islam terbesar, karena dalam kurun
waktu yang panjang stelah Bani Abbas mengalami keruntuhan ditandai dengan
jatuhnya kota Baghdad ke tangan bangsa Mongol pada tahun 1258 M, setelah itu
umat Islam mengalami kemunduran. Umat Islam bangkit kembali dengan adanya
kerajaan Utsmani yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara Cina, kemudian kerajaan
Safawi dan kerajaan Mughal di India. E
Akan tetapi, dalam
perjalanannya kerajaan tersebut mengalami kemunduran. Hal yang paling urgen
penyebab kemunduran kerajaan tersebut antara lain adalah:
1. Adanya
dekadensi moral yang melanda para pemimpin
2. Semua
pewaris tahta kerajaan pada paruh terakhir terakhir adalah orang-orang lemah
dalam bidang kepemimpinan
3. Adanya
tradisi korupsi
4. Perebutan
kekuasaan
5. Terjadinya
stagnasi militer.
Adapun ibrah yang dapat
kita ambil, dari peristiwa perkembangan Islam pada masa pertengahan adalah:
1. Kita
harus dapat menata perekonomian bangsa dengan kuat. Perekonomian merupakan salah
satu sendi yang dapat mengukuhkan kehidupan bangsa. Kondisi perekonomian yang rapuh
akan menimbulkan penderitaan bagi rakyatnya dan imperialisme akan dengan mudah mejajah
bangsa kita.
2. Kita
harus menjaga dan melestarikan kebudayaan Islam yang merupakan warisan peradaban
dari masa lalu. Andalusia telah menghadiahkan kepada kita peradaban Islam yang gemilang.
Pada saat meniggalkan peradaban itu, kaum imperialis akan merebutnya dan menukarnya
dengan kebudayaan mereka.
3. Kita
harus menjaga persatuan dan kesatuan untuk mempertahankan tanah air kita.
3.2 Penutup
Demikian
makalah ini saya buat, semoga bermanfaat bagi kita semua. Dan saya sadar makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, saya mengharap saran dan kritik dari pembaca
budiman, demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Yatim Badri, 2004, Sejarah Peradaban Islam II, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Suntiah Ratu dan Maslani, 2010, Sejarah Peradaban Islam,
Bandung: CV Insan Mandiri.
Hitsuke.blogspot.com.
www.wikipedia.com.
thanks bgt y
BalasHapusmaaf klo aq copy dri makalah ini walaupun ada d edit2 dn d tambahin dikit buat tugas skolah....
thanks bgt :)